Ini adalah buku tentang cara melatih perilaku anak.
Ada 2 arti dari kata ‘melatih’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jadi melatih artinya mengajarkan sampai terbiasa. Mengajarkan sampai terbiasa untuk melakukan yang benar dan tidak melakukan yang salah.
Melatih itu tidak mudah.
“It’s the little details that are vital. Little things make big things happen,” kata John Wooden, seorang pelatih legendaris bola basket Amerika. Saya setuju sekali.
Ini yang seringkali jadi kesulitan orang tua. “Anak saya persisnya perlu diapain?”, begitu pikir sebagian besar orang tua. Katakanlah anak punya kebiasaan buruk, misalnya sering mengambil dan menggunakan barang kepunyaan kakaknya tanpa izin. Apa yang harus dikatakan kepada anak? Apa persisnya yang perlu dilakukan orang tua untuk melatih si anak supaya tidak berbuat demikian lagi? Apakah barangnya langsung diambil kembali atau dibiarkan terlebih dulu? Apakah ia perlu diingatkan terus menerus? Apakah ia perlu dicegah mengambil atau dibiarkan sampai ia mengambil baru ditegur? Menentukan apa persisnya yang perlu diberlakukan pada anak ternyata tidak sesederhana itu.
Berikut ini adalah contoh pertanyaan nyata yang ditanyakan oleh orang tua kepada saya dalam berbagai sesi tanya jawab parenting.
Seringkali orang tua bahkan sudah mencoba melakukan sesuatu mengenai perilaku anak tersebut, tapi kurang berhasil. Akibatnya keluar pertanyaan-pertanyaan seperti ini.
Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang timbul karena banyak orang tua yang bingung bagaimana persisnya melatih perilaku anak. Karena orang tua tidak tahu harus bagaimana lagi, maka mereka hanya mengulang-ulang cara yang sebenarnya sudah terbukti tidak efektif.
Alhasil anak mulai memberikan reaksi balik. Akibatnya anak mulai menolak disertai dengan tindakan emosional. Keluarlah pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini.
Masalahnya sudah berkembang. Bukan hanya sekadar cara melatih anak yang kurang efektif saja. Sekarang orang tua harus pula menghadapi reaksi emosional anak. Sebab anak bukan saja menolak menjalankan perintah orang tua, tapi anak juga melampiaskan kemarahan pada orang tua.
Orang tua akan menerima tekanan emosional yang lebih tinggi dan ini mempersulit situasi melatih anak. Semakin lama orang tua akan semakin dilematis. Apakah membiarkan anak tidak dilatih perilakunya atau sebaliknya, menggunakan power untuk memaksa anak.
Keduanya bukan pilihan yang benar.
Membiarkan anak berperilaku sesukanya akan menghasilkan anak yang self-centered dan tidak bertanggung jawab di kemudian hari. Dunia berputar di sekelilingnya dan apapun yang ia inginkan harus terpenuhi dan harus terjadi. Ini akan menciptakan masalah baru bagi orang tua saat anak menginjak remaja. Pendekatan yang dulu kurang efektif akan menjadi semakin tidak efektif.
Namun di sisi lain, menggunakan kekerasan (verbal atau fisik) untuk memaksakan kendali pada anak akan membawa orang tua masuk ke dalam situasi yang lebih ruwet. Orang tua dan anak akan sama-sama “keras” antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, keduanya mulai adu kuat dan ini akan menjadi pola hubungan mereka ke depan. Inilah yang disebut sebagai metode parenting adu kuat. Sebuah kebiasaan mengasuh anak yang sering diterapkan orang tua, namun berujung pada penyesalan di kemudian hari.
Adu kuat terjadi saat dua pihak saling berusaha mengendalikan satu sama lain agar mengikuti kehendaknya. Semakin satu pihak menambah kekuatan, pihak yang lain akan menambah kekuatan juga.
Semakin orang tua memakai kekuatan untuk mengontrol, semakin anak menambah kekuatan untuk balik mengontrol orang tua supaya berhenti mengontrol dirinya. Bahkan seandainya orang tua menerapkan kekuatan yang begitu besar, mungkin saat itu anak kalah. Ia mengikuti apa yang diperintahkan orang tua. Tapi itu bukan berarti anak menyerah.
Terbukti di waktu mendatang anak begitu lagi. Atau pada saat orang tuanya tidak ada, anak begitu lagi. Lalu setelah beberapa tahun mendatang anak sudah lebih besar, anak begitu lagi, bahkan dengan bentuk dan intensitas yang lebih tinggi.
Bisa juga anak menurut saat itu, tapi di berbagai kesempatan lain, anak mencari masalah dan memberontak. Apapun pendapat orang tua, anak memposisikan diri berseberangan dengan apa yang dipikirkan orang tua.
Cara yang juga seringkali diterapkan anak adalah dengan memanipulasi orang tua. Perilaku anak di rumah dan perilaku di luar rumah sangat berbeda. Apa yang dikatakan kepada orang tua berbeda dengan apa yang dikatakannya kepada orang-orang di luar rumah. Ucapan dan hatinya tidak selaras, sehingga orang tua sulit untuk menilai apakah anaknya jujur apa tidak. Ini pun bentuk anak yang berusaha mengendalikan orang tuanya.
Kesimpulannya, cepat atau lambat anak akan punya seribu satu cara untuk meladeni adu kuat dengan orang tua demi menyeimbangkan diri dengan kendali orang tua. Masuk ke dalam siklus adu kuat membuat anak memiliki dorongan terus menerus untuk berseberangan orang tua.
Dorongan terus menerus untuk berseberangan dengan orang tua artinya anak menolak untuk tunduk bukan karena ia tidak setuju, melainkan karena ia tidak mau kalah kuat dengan orang tua.
Jadi diawali dari cara melatih anak yang kurang efektif, namun berujung pada kerusakan hubungan orang tua dan anak. Kira-kira seperti inilah proses yang terjadi di dalam pikiran anak:
Inilah yang namanya anak kehilangan kepercayaan bahwa orang tua ada di pihaknya. Orang tua adalah musuh di mata anak. Musuh tidak mungkin menguntungkan saya. Musuh pasti mau merugikan saya. Musuh tidak mungkin pikirannya sama seperti saya, pasti berlawanan. Demikian yang ada dalam pikiran anak. Kalau bibit permusuhan itu sudah tumbuh, apapun yang dikatakan orang tua, anak akan melawannya.
Anak yang temperamennya ekstrover akan menunjukkan permusuhannya secara terang-terangan. Ia akan membantah, menolak mentah-mentah, mengomel, memaki, berteriak, dan bertindak kasar. Anak yang temperamennya introver akan bertindak agresif secara pasif. Ia akan menarik diri, tidak mau terbuka, berpura-pura, menyindir, dan bersikap tidak peduli. Pada dasarnya, keduanya adalah bentuk perlawanan terhadap orang tua.
Tujuan buku ini adalah menolong para orang tua menerapkan cara melatih anak secara terstruktur. Inilah metode yang berkebalikan dari parenting adu kuat. Parenting yang terstruktur akan menolong Anda untuk mengerti apa yang perlu Anda terapkan pada anak dan bagaimana menerapkannya secara efektif. Anda juga akan memahami prinsip dasar di balik penerapan tersebut. Dengan demikian, Anda tidak terjebak hanya pada dua pilihan parenting yang sama-sama tidak tepat: mengabaikan anak atau terjebak dalam kondisi adu kuat dengan anak. Anda mengambil jalan parenting yang seharusnya, yaitu menghadapi dan melatih perilaku anak.
Anda juga akan menjadi lebih terstruktur, sehingga lebih efektif, dalam melatih perilaku anak. Pendekatan yang efektif akan mencegah Anda adu kuat dengan anak. Karena proses melatih perilaku anak bukanlah soal kekuatan, melainkan soal kejelasan (clarity), konsistensi, dan pengaruh.
Kejelasan artinya strukturnya jelas. Semua interaksi yang kita lakukan terhadap anak pasti ada tujuan yang hendak dicapai dan bukan spontanitas. Jelas pula apa yang harus anak ia lakukan dan bahkan bagaimana melakukannya. Itulah yang namanya kejelasan.
Konsistensi artinya terus menerus menjalankan struktur yang sudah ditentukan. Tidak berubah-ubah sesuka hati orang tua. Kalaupun berubah, itu karena diubah secara sengaja dan jelas alasannya.
Pengaruh artinya hubungan. Anak bersedia menjalani proses yang seringkali tidak nyaman atas dasar kepercayaan terhadap orang tua. Bukan ancaman atau rasa takut.
Dampaknya, anak bisa menerima proses transfer nilai-nilai dan perilaku dari kita serta menjadikannya bagian dari dirinya sendiri. Ia tidak mengadopsinya karena terpaksa atau karena tekanan dari luar, namun karena ia sendiri merasa puas dengan melakukannya. Ia tidak merasa perlu melawan kita. Bukan berarti ia sekonyong-konyong menjadi senang hati menuruti instruksi. Namun paling tidak ia tahu dan bersedia untuk melakukan apa yang benar walaupun awalnya setengah terpaksa. Karena ia percaya bahwa kita punya maksud yang baik dan benar terhadap dirinya. Kepercayaan anak terhadap orang tua adalah modal besar dalam melatih perilaku anak.
Buku ini memberikan 10 prinsip dasar dalam melatih perilaku anak. Untuk mempermudah Anda memahami kesepuluh prinsip tersebut secara satu kesatuan, maka saya sudah menyatukannya menjadi satu paragraf.
Berikut adalah prinsip untuk melatih anak secara terstruktur:
“Pahami perilaku secara utuh dan seimbang. Pilih perilaku secara spesifik dan latihlah bertahap. Ingatlah untuk melihat, mendengar, dan menanyakan kondisi di mana perilaku tersebut terjadi demi bisa mempengaruhinya. Berikan respon dengan penuh pertimbangan. Puji dan akui perilaku yang sudah benar, tunjukkan ketegasan untuk perilaku yang masih salah. Tenang dan kendalikan diri agar proses melatih tidak terhambat. Jaga rasa percaya dan kebahagiaan di dalam keluarga sebagai modal dalam mendidik anak.”
Setiap bab membahas sebuah prinsip yang terdiri dari beberapa subbab untuk menjelaskan secara mendetil mengapa dan bagaimana orang tua melakukannya saat melatih anak. Bab 1 hingga 7 adalah prinsip dan teknik yang secara langsung berkaitan dengan perilaku anak. Ketujuh prinsip awal ini disusun sedemikian rupa untuk membangun pengertian dan kebiasaan Anda secara bertahap. Setiap bab dibangun di atas pengertian bab-bab sebelumnya. Jadi bacalah mulai dari bab 1 secara berurutan pada saat Anda pertama kali membaca buku ini.
Namun ingatlah bahwa Anda tidak perlu menyelesaikan seluruhnya untuk bisa mulai menerapkan teknik-teknik yang diberikan. Apabila Anda menemukan teknik yang langsung bisa Anda terapkan, langsung saja terapkan. Toh untuk menerapkan sebuah teknik diperlukan pengulangan selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Jadi Anda bisa menerapkan sambil menyelesaikan buku ini secara beriringan. Yang penting, jangan berhenti karena pada hakikatnya Anda perlu menerapkan seluruh prinsipnya secara lengkap.
Kemungkinan besar Anda akan bolak-balik kembali ke bagian-bagian tertentu dari buku ini pada saat Anda mulai menerapkannya pada anak. Sebab pengertian Anda juga akan terbangun seiring Anda menerapkan berbagai teknik di dalam buku ini. Jadi Anda bisa kembali ke bab-bab tertentu sesuai kebutuhan, namun bangunlah pengertiannya secara berurutan bab demi bab.
Prinsip di dalam buku ini sebenarnya bukan barang baru, karena tetap berdasarkan teori modifikasi perilaku yang Anda bisa temukan kalau Anda mempelajari ilmu psikologi. Anda mungkin akan menemukan bahwa prinsip dan teknik yang Anda temui di dalam buku ini tidak terlalu asing bagi Anda. Anda bahkan sudah pernah menerapkannya pada anak, tapi entah bagaimana tidak memberikan hasil seperti harapan Anda.
Seandainya demikian, saya meminta Anda satu hal: bersabarlah. Tetap teruskan membaca sambil mempraktikkan buku ini hingga selesai. Pahami betul-betul bagaimana persisnya menerapkan tekniknya. Lalu teruslah berlatih.
Permasalahannya selama ini bukan pada tekniknya, tapi dari bagaimana melakukan tekniknya secara akurat berdasarkan pengertian yang benar. Inilah yang saya bagikan seperti apa yang saya alami sendiri di dalam keluarga saya dan keluarga lainnya yang pernah saya bimbing secara langsung. Jadi buku ini berdasarkan teori tapi tidak teoritis, karena tekniknya jelas dan terbukti aplikatif.
Beberapa dari Anda barangkali merasa sudah terlanjur terjebak dalam siklus adu kuat dengan anak selama bertahun-tahun. Anda merasa saat ini hubungan dengan anak remaja Anda sudah sangat buruk. Biasanya anak sudah dengan sengaja menolak segala pendekatan Anda dan membentengi diri dengan perilaku kasar atau perilaku menarik diri. Apabila demikian, saya menganjurkan Anda untuk membaca bab 8 hingga 10 terlebih dulu. Pahami apa yang sedang terjadi saat ini antara Anda dengan anak. Lalu pertimbangkan untuk mengubah situasi terlebih dulu dan keluar dari kebiasaan adu kuat, sebelum sepenuhnya menerapkan bab 1 hingga 7.
Saya percaya bahwa ini akan menjadi titik permulaan akan perubahan positif yang signifikan di dalam kehidupan keluarga Anda. Mari kita mulai.
~~~